Header Ads

Jepang Pernah Berguru Sepak Bola ke Indonesia

 

Memori Jepang Berguru dengan Indonesia

pradasports- Kompetisi ini juga menjadi wadah bagi pemain legendaris seperti Ricky Yacobi dan Ronny Pattinasarani. Keunikan Galatama, terutama pendanaan swasta dan struktur profesionalnya, menjadi inspirasi bagi Jepang melakukan studi banding.


Istilah "Jepang berguru ke Indonesia" kemudian berkembang membentuk narasi dari kunjungan studi banding tersebut, namun konteksnya perlu dipahami dengan benar. Federasi Sepak Bola Jepang (JFA) tidak hanya belajar dari Indonesia, tetapi juga melakukan benchmarking ke berbagai negara dengan tradisi sepak bola maju seperti Jerman dan sejumlah negara Amerika Latin untuk mempersiapkan liga profesional mereka.



Galatama hanya salah satu model yang diamati Jepang, khususnya untuk memahami struktur liga semiprofesional. Istilah "berguru" sering memberi kesan keliru bahwa Indonesia adalah sumber utama pengetahuan Jepang, padahal mereka menggunakan pendekatan pembelajaran yang jauh lebih luas.

Kesuksesan sepak bola Jepang adalah hasil perpaduan pengetahuan dari berbagai sistem sepak bola global, bukan hanya dari satu sumber.


"Bahwa mereka meninjau dan studi banding ke Galatama, itu betul. Tetapi, sepak bola Jepang sebenarnya tidak sehijau itu," ujar pengamat sepak bola, Tommy Welly, seperti dikutip Skor.


Ketika delegasi Jepang berkunjung, Galatama yang dimulai pada 18 Maret 1979 menjadi rujukan tata pengelolaan sepak bola modern nasional. Ironisnya, meski Indonesia saat itu menjadi contoh, sepak bola Indonesia justru stagnan, berbeda dengan Jepang yang maju pesat.


Meski keduanya memulai liga profesional dengan selisih hanya setahun, Jepang (1993) dan Indonesia melalui Ligina (1994-1995), nasib mereka berbeda drastis.


Kesuksesan Jepang bukan hanya karena kunjungan ke Galatama, tapi kemampuan menerapkan strategi komprehensif, jangka panjang, dan disiplin. Mereka memadukan pelajaran dari berbagai sumber dan mengadaptasinya sesuai konteks mereka.


"Tapi justru setelah itu di Indonesia malah terkait dengan pemerintahannya seperti itu. Karena banyak skandal suap juga di Galatama. Namun bukannya dicari solusinya, malah akarnya dicabut (Galatama bubar)," kata Timo Scheunemann, mantan pelatih dan direktur pengembangan pemuda PSSI, seperti dikutip Historia.


Meski mengalami pasang surut karena tidak konsisten dalam format serta dihantam suap dan judi, Galatama mulai menemukan momentum sejak PSSI dipimpin Kardono pada periode 1983-1991.


Emas Sea Games 1991 merupakan buah dari bagaimana Galatama yang beriringan dengan Kompetisi Perserikatan berhasil membentuk tim nasional yang bagus.


Namun, kegagalan Indonesia menerjemahkan perkembangan awal menjadi kesuksesan berkelanjutan menegaskan pentingnya eksekusi strategis yang konsisten, tata kelola yang baik, dan penanganan masalah internal, hal-hal ini jauh lebih berhasil dikelola oleh Jepang.

Prada4d: Situs Agen Permainan Online Lengkap Terpercaya 2025

Pengaruh Jerman dan Era Dettmar Cramer

Jepang memulai pengembangan sepak bola secara serius jauh sebelum kunjungan tahun 1979 ke Indonesia. Pada 1960, mereka mengundang pelatih Jerman Barat,

Dettmar Cramer

, untuk mempersiapkan tim nasional menuju Olimpiade Tokyo 1964. Mereka mengadakan tur ke Duisburg dan mempelajari dasar-dasar sistem sepak bola.

Cramer dikenal sebagai bapak sepak bola Jepang yang mengembangkan pelatih lokal dari 1960 hingga 1963. Ia membangun fondasi kuat yang berbuah medali perunggu sepak bola di Olimpiade Meksiko 1968.


Pengaruh Jerman tersebut terjadi hampir 20 tahun sebelum studi banding ke Galatama tahun 1979. Pendekatan sistematis Jepang dalam mengembangkan sepak bola, termasuk pembentukan liga nasional, berakar pada metodologi Eropa yang solid, bukan sekadar observasi regional.

Mengikuti rekomendasi Cramer tahun 1964, Japan Soccer League (JSL) semi-amatir didirikan pada tahun 1965 dengan delapan tim. JSL memiliki struktur unik yang didukung perusahaan di mana para pemain adalah karyawan perusahaan yang dibayar untuk berlatih dan bermain, sehingga menciptakan model semiprofesional. Liga awal ini meletakkan dasar bagi profesionalisasi di masa mendatang.


Visi J-League sebagai liga profesional mulai terwujud akhir 1980-an. JFA ingin mengangkat tim nasional agar lolos Piala Dunia. Pada 1989, JFA membentuk komite dengan kriteria ketat untuk klub: domisili kota, stadion, dan sponsor.


Transisi dari JSL semiprofesional melalui JFL (1992), lalu J-League resmi dimulai 1993 dengan 10 klub. Strategi awal merekrut pemain dan pelatih internasional terkenal untuk meningkatkan prestise dan kualitas liga. J-League juga mengadopsi model Bundesliga, menunjukkan pengaruh berkelanjutan dari Jerman.


"Sebelum J-League standar sepak bola di Jepang sangat buruk,” ujar Profesor Yasuo Kawabata, seorang pakar sepak bola di Universitas Wanita Jepang, dilansir When Saturday Comes.


Perkembangan sepak bola Jepang menunjukkan evolusi strategis selama puluhan tahun, bukan lompatan mendadak. Serangkaian langkah terukur membangun fondasi JSL hingga mencapai tujuan Piala Dunia. J-League adalah puncak visi berkelanjutan ini. Keberhasilan Jepang hasil perencanaan strategis yang konsisten dan jangka panjang, bukan sekadar meniru negara lain.

Kapten Tsubasa dan Mimpi Piala Dunia

Anime yang diadaptasi menjadi manga sepak bola karya Yoichi Takahashi (1983), menjadi katalisator budaya sepak bola Jepang. Anime ini melampaui hiburan biasa dengan memotivasi generasi muda Jepang untuk bermain sepak bola.


Serial ini menanamkan kebutuhan akan prestasi pada penonton, membuat impian kesuksesan sepak bola terasa nyata. Anime ini juga menggambarkan JFA mengembangkan pemain muda melalui kompetisi antarsekolah (SD, SMP, SMA), memberikan inspirasi untuk pengembangan sepak bola akar rumput.


Captain Tsubasa berpengaruh besar terhadap kebangkitan sepak bola Jepang. Sembilan tahun setelah anime ini ditayangkan, Jepang memenangkan Piala Asia 1992, kesuksesan kontinental pertama mereka.

Pada 1998, Jepang lolos ke Piala Dunia untuk pertama kali dan terus menjadi peserta langganan sejak saat itu. Yang menarik, pemain Piala Asia 1992 sebagian besar adalah generasi yang tumbuh menonton Captain Tsubasa, membuktikan hubungan langsung antara anime ini dengan lahirnya pemain-pemain elite Jepang.


Manga ini dimuat di Weekly Shonen Jump yang memiliki sirkulasi besar hingga 6,53 juta pada puncaknya. Serial ini dianggap karya monumental Jepang yang mengubah impian menjadi motivasi konkret untuk pencapaian sepak bola nasional, sebagaimana Hidetoshi Nakata yang memilih sepak bola daripada baseball.

Captain Tsubasa membuktikan kekuatan budaya populer sebagai katalisator pengembangan olahraga nasional. Anime ini berkembang di berbagai negara dan diterjemahkan ke seluruh dunia dengan nama yang berbeda. Bahkan menginspirasi bintang-bintang internasional seperti Fernando Torres dan Alessandro Del Piero untuk mulai bermain sepak bola.


Keterlibatan budaya ini melengkapi reformasi struktural seperti J.League, menunjukkan pengembangan sepak bola sukses membutuhkan pendekatan multiaspek.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.