Header Ads

Indonesia Kembali Gagal Meraih Gelar di Ajang BWF Japan Open 2025

Indonesia Kembali Gagal Meraih Gelar di Ajang BWF Japan Open 2025

pradasports- Rasanya agak berlebihan bila menyebut bulutangkis Indonesia kini tengah berada di era kegelapan. Kesannya kok menyeramkan dan mengandung aura pesimis.


Namun, kita tidak perlu berdebat bahwa bulutangkis Indonesia kini tidak sedang baik-baik saja. 


Parameternya, atlet-atlet bulutangkis andalan Indonesia kini sulit untuk meraih gelar di turnamen BWF. Dibandingkan tahun lalu, Indonesia kering gelar di tahun 2025 ini.


Faktanya, hingga tengah tahun, Indonesia baru meraih dua gelar  turnamen BWF World Tour. Keduanya level Super 300. Sementara untuk level Super 500, Super 750, dan Super 1000, Indonesia masih tanpa gelar.


Bagi yang belum tahu, level Super turnamen BWF ini menunjuk pada bobot dan gengsi turnamen. Baik poin yang didapat, jumlah hadiah, dan pemain yang tampil.


Semakin tinggi level Super turnamennya, maka jumlah poin makin banyak, hadiah makin besar, dan hampir semua pemain top dunia akan tampil.


Indonesia tanpa gelar di Japan Open 2025


Kabar terkini, Indonesia kembali gagal meraih gelar di turnamen bulutangkis Japan Open 2025 di Tokyo yang berakhir Minggu (20/7) siang setelah memainkan lima pertandingan final.


Indonesia bahkan hanya menjadi penonton di final. Sebab, Japan Open 2025 yang merupakan turnamen BWF level Super 750, berakhir lebih cepat bagi pebulutangkis-pebulutangkis Indonesia.


Dari 13 wakil Indonesia yang dikirim ke Japan Open 2025, sudah habis di babak perempat final.


Bahkan, Indonesia hanya punya tiga wakil di perempat final. Yakni Putri Kusuma Wardani di sektor tunggal putri, lalu ganda putri Lanny Tria Mayasari/Siti Fadia Silva Ramadhanti, serta ganda putra dadakan, Fajar Alfian dan Muhammad Shohibul Fikri.


Ini merupakan empat tahun beruntun, Indonesia tidak mampu meraih gelar di Japan Open, turnamen bulutangkis yang digelar mulai tahun 1982 silam.


Ada apa dengan bulutangkis Indonesia?


Ah, saya tidak mau menyalahkan pemain seperti kebanyakan orang di luar sana.


Sebab, sepengetahuan saya, ketika selama ini pemain Indonesia gagal meraih gelar, kebanyakan warganet menuding pemain. Katanya kurang berjuang lha. Dibilang manja lha. Katanya pemain negara lain lebih fight lha.


Untuk hal ini, saya kurang sepakat. Sebab, saya yakin, semua pemain yang dikriim ke Japan Open 2025, semuanya sudah berjuang. Mereka pun sudah berlatih keras untuk bermain d turnamem ini.


Nyatanya, di perempatfinal, tiga wakil Indonesia bermain rubber game alias tiga game melawan pemain yang rankingnya di atas mereka. Meski akhirnya kalah. Namun, itu jadi bukti mereka sudah berjuang keras.


Putri yang menghadapi unggulan 2 dari China, Wang Zhi Yi, sempat menang setting point 22-20 di game pertama. Namun, pemain kelahiran Tangerang ini lantas kalah 17-21, 16-21.


Sementara Fajar/Fikri yang merupakan pasangan dadakan di turnamen ini, kalah dari ganda putra Malaysia unggulan 1 yang juga juara bertahan, Goh Sze Fei/Nur Izzuddin. Kalah 13-21 di game pertama, Fajar/Fikri bangkit di game kedua dengan menang 21-17. 


Namun, keberuntungan belum berpihak pada Fajar/Fikri. Di game ketika, mereka kalah dramatis lewat setting point 20-22.


Begitu juga Lanny/Fadia. Mereka sudah berjuang all out menghadapi unggulan teratas dari China, Liu Sheng Shu/Tan Ning. Merekasempat menang telak 21-10 di game pertama. Namun, Lanny/Fadia lantas kalah 17-21, 16-21. 


Jadi, setop selalu menyalahkan pemain. 


Bukankah di sepak bola, bila timnas sepak bola kita kalah, kita tidak menyebut pemain-pemainnya kurang latihan atau kurang serius mainnya. Tidak kan?


Karena semua pemain sudah berlatih serius. Semuanya siap tampil. Tapi, ketika di lapangan, bukan hanya soal fisik. Namun juga kesiapan mental hingga faktor luck.


Merindu konsistensi Marcus/Kevin


Saya lebih menyoroti mental dan ketenangan pemain yang masih perlu diperbaiki.


Simak pernyataan Siti Fadia dalam wawancara seusai kalah di peerempat final.


"Menurut saya permainan hari ini berimbang, tidak ada yang benar-benar dominan baik dari tempo, pola, ataupun hawa di lapangan. Hanya itu, selalu di poin-poin 'tua', 16 ke atas kami banyak sekali membuang poin," tutur Fadia kepada tim Humas dan Media PP PBSI.


"Itu menjadi PR (pekerjaan rumah) kami dan ganda putri juga. Kami selalu bisa mengimbangi ganda putri top 10, tapi di finishing-nya masih kurang konsisten sedikit lagi," tambah pemain asal PB Djarum tersebut.


Ya, atlet-atlet badminton Indonesia sejatinya tidak kalah kelas dari pemain lain yang juara di Japan Open 2025. Hanya saja, ketenangan di poin-poin krusial masih menjadi PR. 


Ketenangan yang membuat pemain tidak melakukan kesalahan sendiri semisal service nyangkut di net yang berujung poin bagi lawan. Alangkah ruginya bila begitu.


Dan yang paling utama, pebulutangkis-pebulutangkis Indonesia kini harus berjuang untuk bisa tampil konsisten di level atas.


Konsistensi ini yang seperti menghilang. Sehingga, mereka bisa tampil bagus di pekan ini, tapi pekan depan mendadak beda. Padahla, lawan yang dihadapi sebenarnya juga tidak beda jauh kualitasnya.


Dalam hal konsistensi tampil di level atas, saya merindukan ganda putra Marcus Gideon/Kevin Sanjaya. 


Kebetulan, Marcus/Kevin yang semasa bermain dijuluki Minions, adalah wakil terakhir Indonesia yang pernah berjaya di Japan Open. Mereka juara di tahun 2019.


Kemudian turnamen ini ditiadakan pada 2020 dan 2021 lantaran pandemi Covid-19. Selepas masa pagebluk itu, Indonesia selalu hampa gelar.  Setelah Minions juara, prestasi terbaik Indonesia adalah finalis pada edisi 2023 melalui tunggal putra Jonatan Christie.


Bukti konsistensi Marcus/Kevin, mereka bisa tiga kali juara berturut-turut di Japan Open. Tahun 2017, 2018, 2019. Itu bukti betapa konsistennya mereka.


Marcus/Kevin menyamai pencapaian senior mereka, Ricky Subagja dan Rexy Mainaky yang juga pernah juara tiga kali beruntun di Japan Open pada tahun 1995, 1996, dan 1997.


Memang, Marcus/Kevin sepanjang karier rmereka, kurang beruntung di kejuaraan besar karena belum perna jadi juara dunia juga tidak pernah meraih medali Olimpiade.

Namun, daam hal konsistensi penampilan, pebulutangkis-pebulutangkis Indonesia era sekarang, layak mencontoh mereka.


Faktanya, Marcus dan Kevin adalah pasangan ganda putra yang paling lama menduduki ranking 1 dunia dalam sejarah bulutangkis.


Mereka pernah menempati ranking 1 dunia ganda putra selama 259 pekan berturut-turut. Dari 28 September 2017 hingga 20 September 2022. 

Marcus/Kevin melewati rekor 133 pekan pasangan legendaris Korea Selatan, Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong. 


Apakah lawan-lawan Marcus/Kevin tidak setangguh era sekarang? Tidak juga. Banyak pasangan top dunia di era mereka. 


Dari era pasangan senior Denmark, Mathias Boe/Carsten Mogensen, duo Jepang beda usia Hiroyuki Endo/Yuta Wtanabe, hingga duo tower China, Li Junhui/Liu Yuchen yang menjadi musuh bebuyutan mereka.


Tapi, Marcus/Kevin tampil cukup konsisten. Minimal, nama besar mereka sudah membuat lawan grogi ketika turun ke lapangan karena tahu akan menghadapi lawan yang sangat tangguh.

PARADA4D - Situs Agen Betting Gacor Resmi Terpercaya

Konsistensi dan mental pemenang inilah yang harus kembali dimiliki wakil Indonesia agar bisa kembali bersaing di level atas dunia.


Memang, dengan persaingan super ketat--utamanya di ganda putra--seperti sekarang di mana tidak ada pasangan yang benar-benar dominan, agak sulit melihat atlet-atlet bulutangkis Indonesia selalu juara di turnamen level Super 500 ke atas. 


Namun, setidaknya, mereka bisa tampil konsisten dengan selalu main dengan top form dan hadir di babak penting. Bukannya Jumat (baca perempat final) sudah ludes. Semoga Fajar Alfian dkk bisa move on di China Open 2025 pekan depan. 

Baca juga: Dewa United Berhasil Ukir Sejarah Usai Juara IBL Gopay 2025

Salam bulutangkis.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.